Siapakah Sumardy Sang Pengirim Peti Mati?

Senin, 06 Juni 2011

Jakarta: Entah apa yang dirasakan CEO Buzz & Co, Sumardy, setelah berhasil membuat gempar masyarakat lantaran sekitar 100 peti mati yang dikirimkannya. Dari sisi marketing, dia mungkin tertawa renyah, karena telah berhasil membuat heboh publik, yang berarti tujuannya telah tercapai.

Tapi dari sisi hukum, bisa saja ulah nyentriknya ini justru mengarahkannya menjadi pesakitan, karena banyak orang yang telah dibuatnya ketakutan.

Lantas siapakah sebenarnya Sumardy ?

Dalam buku yang dijadwalkan akan diluncurkan pada Senin sore ini, tertulis bahwa Sumardy adalah CEO sekaligus pendiri perusahaan konsultan marketing, Buzz & Co. Kantor Buzz & Co sendiri berada di Mayapada Tower 19th, Jl Sudirman Kav 28, Jakarta.

Dalam catatan singkat biografinya, perusahaannya sebagai pioner strategi pemasaran mulut ke mulut atau "Word of Mouth and Community Marketing Agency" dan Principal dari Onbee (word of mouth marketing research agency). Strategi pemasaran ini telah disertifikasi Asosiasi Marketing Amerika Serikat.

Dia juga anggota ESOMAR, Internastional Advisory Council for The Marketing Profession at International Institute of Marketing Professional (IIMP). Dia juga anggota dari Institute of Sales and Marketing Management, United of Kingdom (UK) dan Professional Certified Marketer (Amerika Marketing Association).

Selain itu, Sumardy juga menjadi dosen di Londol School of Public Relation, Jakarta.

Sumardy menulis Buku 'Rest in Peace Advertising Killed by Word Mouth Agency' setebal 234 halaman dibantu rekannya, Marlin Silvina dan Melina Melone.

Salah satu alasan dia melakukan promosi dengan peti mati adalah sesuai dengan judul buku yang dirilisnya 'Rest ini Peace Advertising'. Cara pengiriman peti mati lebih efektif dan murah dibanding cara biasa.

Sebagai materi tulisan di bukunya, Sumardy mengambil sampel cara sukses strategi pemasaran pengusaha Bob Sadino di awal berdiri toko Kem Chick-nya.

Caranya? Bob sengaja menginginkan pelanggan tokonya tidak puas dengan barang di tokonya, yakni telur.

Bob yang memiliki peternakan ayam sengaja meletakkan sebutir telur busuk di tumpukan telur yang dipajang di tokonya. Padahal, di tempat yang sama, Bob memampang pengumuman telur yang dijualnya 100 persen 'fresh'.

Sejak awal, Bob memang sengaja mengincar seorang ibu ekspatriat yang cerewet dan yang akan membeli telur busuk itu. Setelah mangsa didapat, keesokan harinya ibu tersebut datang kembali dan marah-marah. Bob pun menepati janji jaminan tokonya dengan menukarkan sebutir telur busuk itu dengan 2 kg telur segar.

Efeknya, si ibu itu selalu menceritakan pengalamannya ini ke banyak orang dan secara tidak langsung menjadi marketing toko Kem Chick milik Bob. Dalam tempo singkat, telur yang dijual pengusaha Bob tersebut menjadi terkenal dan laku keras.

Lantas bagaimana penjelasan Sumardy mengenai kehebohan yang telah dibuatnya, berikut petikan wawancaranya.

Menurut dia, peti mati adalah simbol kematian dunia advertising konvensional. Apa maksudnya?

Berikut keterangan Sumardy saat diwawancara di kantornya di di Mayapada Tower lantai 19, Jalan Jenderal Sudirman Kav 28, Jakarta Pusat -- sebelum polisi datang memasang garis polisi (police line) dan memeriksa dia serta dua stafnya.

Ada berapa paket peti mati yang Anda kirimkan?

Ada 100. Tidak semuanya media. Media cuma 10 persen. Sisanya perusahaan yang berhubungan dengan komunikasi. Perusahaan iklan dan sejenisnya. Pemilik perusahaan dan orang marketing.

Apakah cara seperti ini pernah Anda lakukan sebelumnya?

Kali pertama. Ini inisiatif saya sendiri. Kami mau launching perusahaan. Sebenarnya launching sudah dilakukan sebelumnya, tapi belum heboh. Hari ini buat hebohnya. Kami mau membantu pemilik merek untuk membuat marketing kampanye yang menarik.

Kami bergerak di agency komunikasi pemasaran khusus membantu agar merek dibicarakan orang. Ini gebrakan pertama dan permulaan saja.

Alasannya?

Kami kirim ke agency periklanan, karena kampanye marketing mereka membosankan. Kita ingin menunjukkan ke mereka harusnya seperti ini. Dengan biaya lebih murah. Daripada pasang iklan, itu jauh lebih mahal. Berapa puluh miliar.

Mengapa peti mati?

Tujuannya positif, saya simbolkan dengan peti mati, sesuai dengan buku yang saya terbitkan.

Berapa biaya yang Anda keluarkan untuk mengirim 100 paket peti mati?

Biaya kurang lebih Rp50 juta. Harga peti mati dan ongkos kirimnya Rp500 ribu. Tujuan utama adalah edukasi para pemasar di Indonesia. Buat marketing ke konsumen harus yang menarik. Saling meniru dan menyerang. Intinya kita ingin melawan kebosanan. Anti-boring. Konsumen harus diapresiasi karena sudah bayar mahal. Harusnya iklan tidak membosankan.

Apa maksud tulisan Restinpeacesoon.com dan nomor urutan yang ada di paket Anda?

Itu website perusahaan kami, restinpeacesoon.com. Sudah dibuat, namun sengaja tidak bisa diakses biar orang penasaran. Kita kirim peti dan bunga di situ kodenya. Hanya orang yang terima kode itu yang bisa akses. Misalnya Wicaksono 666.

Anda tidak takut ditangkap polisi atas dugaan menebar teror?

Saya tidak takut. Karena niat saya baik. Petinya tidak berisi aneh-aneh. Ada kodenya. Websitenya juga bisa diakses. Tidak ada hubungannya dengan teror.

Ini masalah cara melihatnya. Kita diteror iklan. Diteror kantong warganya. Gebrakan kami tidak ada hubungannya dengan situasi politik di Indonesia.

Artikel Terkait:

SPORT