Mengapa PKS Menolak Penutupan Kompleks Dolly?

Sabtu, 04 Juni 2011

Surabaya: Tuntutan penutupan kompleks lokalisasi Dolly mendapat penolakan DPRD Surabaya, termasuk Fraksi PKS. Kompleks pelacuran terbesar di Asia Tenggara itu akhirnya hanya dibatasi jam operasionalnya hanya sampai pukul 01.00 WIB.

Toh demikian, pihak DPRD Suranaya masih memendam kecemasan akibat pembatasan jam operasional itu. Pertanyaa, mengapa demikian? Mengapa juga PKS yang dikenal sebagai partai agamis justru lebih setuju kalau Dolly dizinkan beroperasi normal seperti biasa?

Berdasar informasi yang berkembang, usai jam tutup lokalisasi Dolly, yakni jam 01.00 WIB, para PSK bergerilya mencari tambahan penghasilan dengan menyediakan layanan seks di tempat - tempat kos bebas, serta losmen dan hotel. Tak jarang pula para PSK Dolly menjajakan diri secara terselubung di tempat-tempat hiburan malam.

Menyikapi hal ini, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Surabaya, Fatkur Rohman mengatakan, bahwa terkait diberlakukannya jam operasional lokalisasi Dolly, Pemerintah Kota Surabaya harus lebih gencar mengkampanyekan gerakan anti prostitusi kepada masyarakat melalui perangkat daerah terendah, yakni Rukun Tetangga. hal ini untuk mengantisipasi menyebarnya praktik terselubung PSK Dolly pasca jam tutup.

"Pemkot harus lebih gencar mengampanyekan gerakan anti prostitusi kepada masyarakat. Hal ini untuk menghindari praktik prostitusi terselubung setelah jam tutup lokalisasi," ujar Fatkur, Sabtu (04/06/2011).

Lebih lanjut, Fatkur mengatakan, bahwa dalam mengatasi persoalan prostitusi, Pemkot Surabaya harus tetap mengacu pada Perda nomor 7 tahun 1999 yang sudah jelas melarang menggunakan bangunan sebagai tempat untuk melakukan kegaitan asusila.

Apabila perda tersebut tak dijalankan dengan baik, tak salah jika ada pihak yang mengganggap pemkot melegalkan prostitusi. Sebagai contohnya, masih banyak Rumah Hiburan Umum (RHU) yang ditengarai juga dimanfaatkan untuk praktek prostitusi.

Meski setuju dengan pemberian jam operasional pada lokalisasi, namun di sisi lain, Fatkur tidak menyetujui penutupan secara frontal lokalisasi, pasalnya dampak negatif yang ditimbulkan akan lebih dahsyat, yakni menyebarnya parktik prostitusi yang tak terdeteksi oleh pemerintah.

"Kalau ditutup total, perlu persiapan dan solusi yang tepat, jika tidak, malah menambah dampak negatif yang lebih dahsyat bagi masyarakat," pungkasnya.

Artikel Terkait:

SPORT