Rabu, 04 Mei 2011

 * Testimoni Calon 'Kapolrestabes Surabaya' versi NII (1)
Masuk Tergiur Gadis Cantik Berjilbab


Akhir-akhir ini Indonesia dihebohkan berita hilangnya puluhan mahasiswa yang menjadi korban 'cuci otak' Negara Islam Indonesia (NII). Korban indoktrinisasi NII harus rela merogoh kocek hingga puluhan juta rupiah untuk biaya 'hijrah' atau menjalani proses baiat di sebuah tempat misterius Jakarta.
Tidak hanya belasan mahasiswa di kampus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Jatim yang menjadi korban, kabar terbaru menyebutkan 4 mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) Surabaya juga terkena bujuk rayu kelompok yang sering disebut N 11 (baca N sebelas) ini. Bahkan, laporan dari berbagai kampus di luar Jawa memastikan kehilangan puluhan mahasiswanya sejak 2008 silam dan belum diketahui rimbanya hingga saat ini.
Beritajatim.com berkesempatan bertemu dengan salah seorang mantan pengikut NII di Surabaya. Lelaki bertubuh tegap berusia 30 tahun ini pernah jatuh dalam pelukan NII pada bulan April tahun 2000 silam. Dirinya mengaku tertarik ikut kelompok NII karena ajakan seorang temannya semasa STM (sekarang Sekolah Menengah Kejuruan/SMK).
"Saya prihatin dengan kejadian menimpa beberapa mahasiswa yang jadi korban NII akhir-akhir ini. Untuk itu, saya mau berbagi cerita dengan anda tentang pengalaman saya direkrut NII dulu," kata Rinaldi (bukan nama sebenarnya) di kediamannya kawasan Krembangan Barat Surabaya, Rabu (4/5/2011).
Menurut ayah satu anak ini, aksi 'cuci otak' NII yang terjadi saat ini bukanlah hal yang baru. Sejak tahun 2000 silam, gerakan itu sudah berlangsung secara masif, terstruktur dan sistematis dilakukan di Surabaya dan sekitarnya. Bahkan, lokasi untuk mencuci otak para mangsanya, kiai-kiai NII berpindah-pindah tempat agar tidak diendus aparat kepolisian.
"Ada teman sekelas di STM yang mengajak saya ikut sebuah pengajian. Supaya tertarik, saya dijanjikan akan dikenalkan banyak gadis cantik berjilbab. Saya langsung tertarik, karena waktu itu memang belum pacar. Apalagi, gadis berjilbab adalah idaman saya," ujar Rinaldi.
Dia menceritakan teman yang mengajaknya telah lebih dulu masuk jaringan NII. Bahkan, temannya itu telah dibaiat ke Jakarta dan berganti nama baru yang berbau Islami. "Teman saya juga sudah menikah dengan sesama pengikut NII. Bahkan, istrinya adalah anak kiai NII di kawasan Rangkah Surabaya. Saya sudah lama tidak berkomunikasi dengannya, tetapi sepertinya dia sudah keluar dari NII dan pindah alamat rumah. Ini agar tidak dikejar-kejar aparat NII dan ditagih membayar infaq rutin bulanan," imbuhnya.
Rinaldi mulai menuturkan kisahnya saat mengikuti pengajian pertama di kawasan Rangkah Surabaya yang berkedok sebuah perguruan Pencak Silat. Dirinya membayangkan pengajian itu seperti pengajian pada umumnya yang membahas tafsir Alquran atau melantunkan ayat-ayat istighotsah. Tetapi, dirinya malah disodori sejumlah kitab ajaran Kartosuwiryo yang dikenal pendiri Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DII/TII). Ketika itu, dirinya bersama sekitar 5 santri 'anggota baru' dan diajar langsung 3 orang ustadz NII.
"Ada papan tulis putih yang dibentangkan dengan tulisan Makkah dan Madinah. Makkah disamakan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Madinah diartikan NII. Di bagian tengah gambar ada kata-kata Hijrah, yang artinya kita diminta Hijrah untuk menuju kesempurnaan iman dari NKRI ke NII. Katanya itu sama seperti Nabi Muhammad ketika Hijrah dari Makkah ke Madinah," tuturnya dan menyebutkan ustadz NII juga menyampaikan beberapa ayat Alquran yang dipelintir untuk kepentingan sesat.
Rinaldi juga diberikan perumpamaan-perumpamaan oleh ustadz NII yang mudah diingat saat proses cuci otak. Contohnya seperti sebuah apel yang diletakkan di atas tong sampah. "Saya ditanya apakah anda akan memakan apel itu. Saya bilang tidak. Ustadz itu bilang, supaya bisa dimakan apel itu harus 'dicuci' dulu dan diletakkan di atas meja yang bersih. Ustadz bilang tong sampah itu ya Indonesia, apel di atas tong sampah adalah orang-orang Islam yang belum masuk NII. Meja yang bersih adalah NII dan proses pencucian apel itu namanya baiat atau hijrah," ulasnya menirukan pernyataan ustadz.
Dengan kondisi NKRI yang dianalogikan sebagai tong sampah, ustadz NII ingin menyampaikan makna yang terkandung di dalamnya. Yakni, ibadah shalat, puasa, sedekah dan naik haji yang dilaksanakan umat Islam di Indonesia dibilang tidak sah dan tidak akan diterima Allah SWT.
"Percuma anda beribadah shalat dan pergi haji dengan biaya mahal. Karena kalian masih tinggal di negara kafir dan kotor seperti Indonesia. Semua itu tidak sah dan sia-sia. Anda harus hijrah, dengan cara pergi baiat ke Jakarta," lanjut dia menirukan pesan ustadz NII.
Rinaldi mengaku dirinya sangat kritis ketika mendapat indoktrinisasi ajaran-ajaran NII yang menyimpang dari ajaran Islam tersebut. "Saya pernah protes kepada ustadz itu. Saya bilang Pak Ustadz tahu darimana ibadah shalat kita diterima atau tidak sah di mata Allah SWT. Ustadz itu akhirnya mengalihkan pembicaraan kalau saya ditawari sebagai kepala kepolisian di Surabaya, karena badan saya tinggi besar," imbuhnya

Artikel Terkait:

SPORT